Kamis, 18 November 2010

Kohesivitas

Definisi
Collins dan Raven (1964) : kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. 
Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Kohesivitas ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar anggota kelompok, mereka biasanya senang untuk bersama-sama. Masing-masing anggota merasa bebas untuk mengemukakan pendapat dan sarannya. Anggota kelompok biasanya juga antusias terhadap apa yang ia kerjakan dan mau mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Merasa rela menerima tanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kewajibannya. Semua itu menunjukan adanya kesatuan, kereratan, dan saling menarik dari anggota kelompok.
Alat Ukur
1. Ketertarikan interpersonal antar anggota
2. Ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. Sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David dan Harary)


Faktor-Faktor
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kohesivitas/kepaduan.
Ø Kesamaan nilai dan tujuan.
Kohesivitas akan terjadi bila anggota kelompok memiliki sikap, nilai dan tujuan yang sama.
Ø Keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang penting dapat meningkatkan kesatuan kelompok, kepuasan antar anggota kelompok dan membuat kelompok menjadi lebih menarik bagi anggotanya.
Ø Status kelompok.
Kelompok yang memiliki status atau kedudukan yang lebih tinggi lebih menarik bagi para anggotanya.
Ø Penyelesaian perbedaan.
Jika terjadi perbedaan tentang suatu masalah penting yang terjadi dalam kelompok, maka diperlukan penyelesaian yang dapat memuaskan semua anggota.
Ø Kecocokan terhadap norma-norma.
Norma membantu dan mempermudah dalam meramalkan dan mengendalikan perilaku yang terjadi dalam kelompok.
Ø Daya tarik pribadi.
Kohesivitas atau kepaduan akan meningkat jika terdapat adanya daya tarik dari para anggota yaitu adanya kepercayaan timbal balik dan saling memberikan dukungan. Daya tarik ini berfungsi untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan.
Ø Persaingan antar kelompok.
Persaingan antar kelompok yang terjadi dapat menyebabkan anggota kelompok lebih erat dan bersatu dalam melakukan aktivitasnya.
Ø Pengakuan dan penghargaan.
Jika suatu kelompok berprestasi dengan baik kemudian mendapat pengakuan dan penghargaan dari pimpinan, maka dapat meningkatkan kebanggaan dan kesetian dari anggota kelompok.
Ø Pengalaman yang tidak menyenangkan dengan kelompok.
Ketika anggota kelompok tidak menarik antara satu sama lainnya atau kurang kepercayaan di antara mereka atau adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menurunkan adanya tingkat kepaduan.
Ø Persaingan intern antar anggota kelompok.
Persaingan intern anggota kelompok menyebabkan adanya konflik, permusuhan dan mendorong adanya perpecahan di antara anggota kelompok.
Ø Dominasi.
Jika satu atau lebih anggota kelompok mendominasi kelompok atau karena sifat kepribadian tertentu yang cenderung tidak senang berinteraksi dengan anggota kelompok maka kepaduan atau kohesivitas tidak akan berkembang. Prilaku seperti itu akan menimbulkan terjadinya klik-klikdalam kelompok yang dapat menurunkan tingkat kepaduan.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kohesivitas/kepaduan.
Adanya sejumlah faktor yang dapat menurunkan adanya kohesivitas, seperti adanya ketidaksamaan tentang tujuan, besarnya kelompok, pengalaman yang tidak menyenangkan dengan kelompok dan dominasi.
Ø Ketidaksamaan tentang tujuan.
Ketidaksamaan pandangan tentang tujuan dari para anggota kelompok dapat menimbulkan adanya konflik. Bila konflik yang terjadi tuidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan adanya penurunan tingkat kepaduan.
Ø Besarnya anggota kelompok.
Sejalan dengan bertambah besarnya kelompok, maka frekuensi interaksi di antara anggota kelompok akan menurun. Dengan demikian dapat menurunkan tingkat kepaduan.

Kelompok yang makin kohesif, maka:
  • tingkat kepuasan makin besar
  • anggota merasa aman dan terlindungi
  • komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
  • makin mudah terjadi konformitas → anggota makin mudah tunduk pada norma kelompok dan makin tidak toleran pada devian.

Sumber:
Handout PSIKOLOGI KELOMPOK Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi

Selasa, 09 November 2010

Masalah-Masalah dalam Kelompok: Groupthink

Groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif dimana anggota-anggotanya berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.

Gejala:
1. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini
a. Tingginya tekanan konformitas
b. Sensor diri terhadap ide-ide yang tidak disetujui
c. Adanya minguard
Gate keeping : mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok
Dissent containment : mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan
d. Persetujuan yang tampak

2. Ilusi dan mispersepsi
a. Ilusi invulnerability → kelompok selalu benar dan kuat
b. Ilusi moral
c. Persepsi bias tentang out group → buas, jelek, dll
d. Collective rationalizing

Penyebab:
• kohesi yang ekstrem
• isolasi, leadership dan konflik decisional
• proses polarisasi

Pencegahan:
1. Membatasi pencarian keputusan secara dini
a. meningkatkan open inquiry
b. kepemimpinan yang efektif
c. multiple group → subgroup
2. Mengoreksi mispersepsi dan error
a. mengakui keterbatasan
sumber:
Handout PSIKOLOGI KELOMPOK Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi

Masalah-Masalah dalam Kelompok: Deindividuasi


Deindividuasi merupakan proses hilangnya kesadaran individu karena melebur di dalam kelompok → pikiran kolektif.

Perspektif Teoritis
1. Teori Perilaku Kolektif
Kolektif : kumpulan individu yang lebih daripada skedar agregrat, tapi juga
bukan kelompok sebenarnya
Tipe kolektif:
a. Social Agregrat : collective outburst (riots, mobs, dsb)
b. Collective Movement : organisasi politik, kampanye nasional, dsb

a. Teori Konvergen
Agregrat mewakili orang dengan kebutuhan, keinginan dan emosi situasi crowd memicu pelepasan spontan dari perilaku-perilaku yang sebelumnya terkontrol.
b. Teori Contagion (Penularan)
Emosi dan perilaku dapat ditransmisi ‘(ditular)’ dari satu orang ke orang lain sehingga orang cenderung berperilaku sangat mirip dengan orang lain.
c. Teori Emergent-Norm (Perkembangan Norma)
Teori gabungan konvergen – contagion, crowd, mob dan kolektif lainnya hanya kelihatan setuju sepenuhnya dalam emosi dan perilaku karena anggotanya patuh pada norma yang relevan dalam situasi tertentu.

2. Teori Deindividuasi

Kondisi                                               
- Anonimity
- Responsibility
- Anggota kelompok                
- Arousal                                 
- Lain-lain (situasi baru, penggunaan obat)

Keadaan Terdeindividuasi
Lost of self – awareness
Lost of self – regulation
- self monitoring ↓
- gagal memperhatikan norma-norma relevan
- sedikit pakai penguat untuk membangkitkan diri
- gagal melakukan rencana jangka panjang

Perilaku Deindividuasi
Emosi yang impulsif, irasional, regresif, dengan intensitas:
- tdk dibawah kendali stimulus
- melawan norma
- pleasurable ↑

Penyebab:
1. Rendahnya identiafibilitas seseorang
2. Rasa keanggotaan dalam kelompok
3. Ukuran kelompok → semakin besar, semakin mudah terdeindividuasi
4. Kebangkitan personil → amarah


sumber:
Handout PSIKOLOGI KELOMPOK Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi

Rabu, 03 November 2010

PROSES DASAR DALAM KELOMPOK : Performing

Menurut Tuckman and Jensen (1977), dalam Shives (1998 : 163) dalam Marquis dan Huston (2006 : 495), salah satu perkembangan kelompok adalah performing (menjalankan) ; struktur interpersonal berfokus pada tugas-tugas. Peran-peran menjadi fleksibel dan berfungsi. Energi diarahkan untuk menjalankan tugas. 


Pada handout Rino A. Nugroho yang berjudul Dasar-dasar Perilaku Kelompok, dijelaskan pula tentang performing, yaitu
  • Dicirikan oleh berfungsinya kelompok
  • Struktur, hirarki dan norma kelompok sudah mapan
  • Kelompok sudah matang.
  • Merupakan tahap terakhir bagi kelompok kerja permanent

Sumber:
Rino A. Nugroho dalam Dasar-dasar Perilaku Kelompok

PROSES DASAR DALAM KELOMPOK : Norming

Menurut Tuckman and Jensen (1977), dalam Shives (1998 : 163) dalam Marquis dan Huston (2006 : 495), salah satu perkembangan kelompok adalah Norming (Pembukaan Norma); anggota kelompok menyesuaikan diri dengan sifat, kehendak, gaya dan kepribadian anggota lainnya sehingga perpecahan dan pertentangan dapat dibatasi dan dihindari.  

Didalam kelompok shutter ini, hubungan antar kelompok sangat erat dan dibutuhkan kerjasama yang baik untuk mencapai tujuan yang maksimum. Kelompok ini memiliki aturan yang sifatnya tertulis dan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap anggota.
Jika tahap-tahap yang dilalui kelompok dalam proses pembentukan kelompok, seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa ternyata kelompok Shutter ini belum mencapai tahap selanjutnya yaitu tahap performing dan tahap adjourning. Karena kelompok ini diantara para anggota kelompok tidak saling merasa ketergantungan, tetapi lebih mengarah kepada hubungan personal antar anggota kelompoklah yang sangat kuat.


sumber: